Ditulis pada 06 Juli 2017 oleh Prof Wim Poli.
Banyak masalah internal dan eksternal yang harus dipecahkan organisasi dalam rangka pencapaian tujuannya. Walaupun banyak, masalahnya dapat dikelompokkan kedalam tiga kelompok, masing-masing dengan tingkat kesukaran yang berbeda, yang menuntut kemampuan pemecahan yang berbeda pula.Pertama, masalah yang yang tampak dan disadari adanya oleh semua orang. Misalnya, kemacetan lalu-lintas yang tampak setiap hari oleh setiap orang di Ibukota Jakarta yang padat penduduknya. Masalah ini kian meluas dengan terjadinya penyakit infeksi saluran pernapasan dan stres yang dialami penduduk di ibu kota yang padat penduduknya, banyaknya kendaraan, macetnya lalu-lintasnya, jumlah dan mutu infrastruktur lalu-lintas yang tidak memadai, terpolusinya udara, dan sebagainya. Masalah-masalah tersebut begitu sangkut-menyangkutnya sehingga tidak setiap orang mampu melihat dan menguraikannya secara menyeluruh. Hal ini akan mengundang berbagai perbedaan pendapat oleh berbagai pihak, yang membuat pemecahan masalah menjadi lebih parah. Pemecahan masalah tidak akan tuntas, jika mereka yang berbeda pendapat itu tidak tiba pada identifikasi masalah yang paling tersembunyi, yang merupakan akar masalah lainnya yang banyak itu.
Kedua, masalah yang tersembunyi. Kembali ke kasus macetnya lalu-lintas di Jakarta, penyebabnya yang tersembunyi ialah: pola pikir pengambil keputusan yang “Jakarta sentris.” Semua yang terbaik di Indonesia harus ada di Jakarta. Pola pikir ini, yang cenderung tidak disadari oleh pembuat kebijakan pembangunan, menyebabkan bagian terbesar uang yang beredar di Indonesia terkonsentrasi di Jakarta, yang selanjutnya merangsang mengalirnya penduduk ke Jakarta, seperti “semut mencari gula”, dan seterusnya, dan seterusnya. Akibat-akibat negatif yang tidak dikehendaki itu, mungkin sekali tidak diantisipasi pembuat keputusannya. Pemecahan masalah yang tersembunyi ini ialah: sebarkan gula pembangunan keluar Jakarta.
Ketiga, masalah yang belum ada, tetapi diantisipasi akan ada di kemudian hari. Misalnya, jauh sebelum adanya berbagai masalah tersebut di atas, Presiden RI yang pertama, Bung Karno, telah mengantisipasinya, sehingga ia telah menggagaskan pemindahan ibu kota RI dari Jakarta ke Palangkaraya pada tahun 1957. Kemudian muncul gagasan Presiden Suharto dan Presiden Susilo Bambang Yodhoyono untuk memindahkan ibukota keluar dari Jakarta. Antara gagasan Presiden Sukarno dan gagasan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terbentang waktu lebih dari 60 tahun.
Dalam hal menentukan prioritas masalah akan tampak lagi perbedaan bobot kepemimpinan mereka yang mengambil keputusan. Pemimpin yang visioner mungkin memutuskan untuk memilih masalah yang belum ada tetapi diantisipasi akan ada, atau masalah yang stratejik, yang pe-mecahannya akan memberikan dampak yang luas bagi perkembangnan organisasi. Karena masalah yang diantisipasi dan yang strategis mungkin tidak segera dan sepenuhnya dilihat orang lain, kembali dibutuhkan adanya kepemimpinan yang mampu melihat dan meyakinkan orang lain tentang masalah yang tinggi urgensinya untuk diperhatikan dan di-tanggulangi bersama oleh organisasi.
Saran: Renungkan kembali dan tetapkan tiga jenis masalah tersebut di atas yang mungkin ada di lingkungan organisasi Anda.
No comments:
Post a Comment